Tradisi Cukuran/ Marhabahan/ syukuran kelahiran
Upacara cukuran telah membudaya dalam masyarakat Indonesia, hal ini dimaksudkan untuk membersihkan atau menyucikan rambut bayi dari segala macam najis. Upacara cukuran atau marhabaan juga merupakan ungkapan syukuran atau terima kasih kepada Tuhan YME yang telah mengkaruniakan seorang anak yang telah lahir dengan selamat. Upacara cukuran dilaksanakan pada saat bayi berumur 40 hari.
Pada pelaksanaannya bayi dibaringkan di tengah-tengah para undangan disertai perlengkapan bokor yang diisi air kembang 7 rupa dan gunting yang digantungi perhiasan emas berupa kalung, cincin atau gelang untuk mencukur rambut bayi. Pada saat itu mulailah para undangan berdo’a dan berjanji atau disebut marhaban atau pujian, yaitu memuji sifat-sifat nabi Muhammad saw. dan membacakan doa yang mempunyai makna selamat lahir bathin dunia akhirat. Pada saat marhabaan itulah rambut bayi digunting sedikit oleh beberapa orang yang berdoa pada saat itu.
Kebudayaan mecukur rambut bayi ini merupakan suatu nilai yang telah dilakukan secara turun temurun, sehingga apapun kepercayaan yang di anut di Indonesia, hal ini tetap dilakukan. Kebudayaan, pada dasarnya adalah hasil karya, cipta, rasa, karsa manusia. Dan setiap kebudayaan mempunyai maksud tersendiri yang berisikan nilai-nilai. Nilai-nilai inilah yang mengambil peran dalam setiap langkah manusia dalam melakukan sesuatu. Namun nilai-nilai tersebut jangan menyimpang dari ajaran Islam bahkan tidak diatur dalam Al Quran dan as Sunnah.
Budaya mencukur rambut si kecil telah dikenal turun temurun. Para umat muslim biasa menyelenggarakan upacara cukuran saat anaknya berusia 40 hari dengan maksud membersihkan atau menyucikan rambut si kecil dari segala macam najis dan diharapkan nantinya si kecil akan tumbuh sehat dan dijauhkan dari berbagai macam penyakit. Selain itu upacara ini juga merupakan ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan yang telah mengaruniakan seorang anak.
Pada pelaksanaan upacara ini biasanya para pemuka agama setempat akan hadir dan membacakan doa-doa. Si kecil digendong bapak atau kakeknya akan digunting rambutnya oleh semua yang hadir dengan cara mencelupkan gunting terlebih dahulu ke dalam air kembang 7 rupa sebelum menggunting beberapa helai rambut si kecil. Potongan rambut diletakkan di dalam kelapa hijau yang telah dilubangi atasnya. Berikutnya para penggunting rambut ditetesi minyak wangi pada bajunya, beberapa hari kemudian barulah rambut bayi dicukur habis.
Seluruh potongan rambut si kecil ditimbang di timbangan emas dan dinilai seharga nilai emas yang nantinya akan disumbangkan kepada fakir miskin sebagai sedekah. Setelah ditimbang barulah kelapa yang berisi rambut dikubur.
Sedekah disini mengandung harapan agar si kecil kelak menjadi orang yang bermanfaat bagi masyarakat, nusa, bangsa dan agama, serta berbakti kepada orang tuanya. Ini mengingatkan kepada kelapa yang seluruh bagian pohonnya berguna bagi manusia.
Pembacaan Kitab Barzanzi
Hal yang bid’ah dalam acara syukuran adalah pembacaan kitab Barzanzi karena terdapat kalimat pujian yang berlbebihan dan menjadi syirik pemahamannya. Berikut adalah beberapa kalimat kufur dan syirik yang terdapat dalam kitab Barzanji sekaligus komentar dari sebagian ulama.
Hambamu yang miskin mengharapkan
“Karuniamu (wahai Rasul) yang sangat banyak”
Padamu aku telah berbaik sangka
“Wahai pemberi kabar gembira dan Pemberi Peringatan”
Maka tolonglah Aku, selamatkan Aku
“Wahai Penyelamat dari Sa’iir (Neraka)”
Wahai penolongku dan tempat berlindungku
“Dalam perkara-perkara besar dan berat yang menimpaku”
Penjelasan :
Misi dan tujuan kedatangan Rasulullah yang utama adalah untuk membebaskan manusia dari penghambaan diri kepada selain Allah. Sementara penyair dalam petikan syair Barzanji di atas menyatakan penghambaan dirinya kepada Rasulullah (bukan kepada Allah) dan mengharapkan pemberian yang banyak dari beliau.
Pada bait yang ke-2 dia telah berbaik sangka kepada Rasulullah (untuk menyelamatkan dirinya). Padahal Nabi sendiri menyuruh untuk berbaik sangka hanya kepada Allah bilamana akan menghadap Allah (akan mati) Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Sahabat Jabir bin Abdillah bahwasanya ia pernah mendengar Rasulullah bersabda (3 hari sebelum wafatnya) : “Janganlah mati salah seorang dari kamu melainkan ia berbaik sangka kepada Allah ‘Azza wa Jalla” berbaik sangka dalam hadits tersebut maksudnya adalah mengharap rahmat dan ampunan
Pada bait yang ke-3 penyair minta pertolongan kepada Rasulullah dan minta perlindungan dari beliau supaya diselamatkan dari api neraka, padahal Nabi sendiri melarang umatnya memohon untuk menghilangkan kesusahan dan kesulitan yang menimpa (beristigotsah) kecuali hanya kepada Allah. Bahkan beliau sendiri meminta perlindungan hanya kepada Allah dan memerintahkan ummatnya untuk berlindung serta memohon perlindungan hanya kepada Allah semata. Rasulullah bersabda : “Tidaklah boleh memohon untuk menghilangkan kesusahan dan kesulitan yang menimpa (beristigotsah) kepadaku (karena Nabi tidak mampu melakukannya), dan beristigotsah itu hanya boleh kepada Allah semata.” [HR. Thabrani, semua periwayatnya shahih kecuali Ibnu luhaiah, dia hasan].
Pada bait yang ke-4 penyair menjadikan Nabi sebagai penolong dan tempat berlindung dalam perkara-perkara besar dan berat yang menimpanya dengan melupakan Allah ‘Azza wa Jalla sebagai penolong dan tempat berlindung yang Nabi sendiri meminta pertolongan dan perlindungan hanya kepada-Nya.
Keempat bait syair ini di dalamnya terdapat kalimat-kalimat yang mengandung kesesatan dan kesyirikan yang sangat berat. Hal ini tidak diketahui oleh orang-orang yang berdiri mendendangkan syair-syair Barzanji tersebut. Berdirinya mereka (pembaca Barazanji) pada acara Maulid dan “Cukuran” (potong rambut bayi) dan acara ziarahan di rumah calon jamaah hajji. dikatakan oleh Ulama bahwa hal itu didasarkan kepada I’tiqad (keyakinan) sesat bahwasanya Nabi menghadiri majelis yang di dalamnya di baca kisah maulid tersebut. Setelah mendapat kritikan Ulama mereka pindah kepada I’tiqad (keyakinan) lain yang sama juga sesatnya yaitu anggapan bahwa Ruh Nabi hadir menyertai mereka. Sehingga terdengar dari mereka ungkapan “Jasadnya tidak menyertai kita akan tetapi rohaniatnya selalu bersama kita.”
Kemudian di dalam Qashidah Burdah yang dicetak bersama kitab Barzanji, ada bait-bait yang dikritik oleh Ulama karena mengandung pujian melampaui batas yang ditujukan kepada Rasulullah (Ithra) sehingga menempatkan Nabi pada posisi dan tingkatan Allah ‘Azza wa Jalla. Inilah sebagian dari syair Qashidah yang mengandung Pujian kepada Rasululah saw yang melampai batas. Diantara bait yang dikritik itu adalah:
“Wahai makhluk yang mulia tiadalah bagiku tempat berlindung”
“selain engkau, di kala bencana besar menimpaku”
“Maka sesungguhnya termasuk sebagian dari pemberianmu (adalah) dunia dan akhirat”
“dan termasuk sebagian dari ilmu mu adalah ilmu tentang apa yang tercatat
dalam Al-Lauh Al-Mahfudzh dan apa yang tertulis oleh Pena Allah”
Sebenarnya hal yang menjadi syariat utama dalam Islam ketika kelahiran bayi adalah melakukan akikah namun terdapat masyarakat yang lebih mementingkan acara perkumpulan dengan melakukan marhabahan yang tidak ada syariatnya.
AKIKAH
Dalam kitab Shahih Al-Bukhari dari Salman bin Ammar Adh-Dhabi, Rasulallah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
"Bersama (kelahiran) seorang anak terdapat hak untuk diakikahi. Maka tumpahkanlah darah (hewan) untuknya dan hilangkanlah kotoran darinya."
Kemudian dalam hadits berikutnya yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, dari Al-hasan, dari samurah bahwa Rasulallah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
"Setiap anak (yang lahir) tergadai (terikat) dengan akikahnya. Maka disembelih (hewan) untuknya pada hari ketujuh (dari kelahirannya), dicukur (rambutnya) dan diberi nama."
Dari hadits diatas disunnahkan pelaksanaan akikah adalah hari ketujuh dari kelahiran si bayi. Dalam redaksi hadits diatas terdapat kata tergadai, adapun maksud dari kata tergadai disini menurut Al-Baihaqi dari Salman bin Syarahbil dari Yahya bin Hamzah, ia berkata "Aku bertanya kepada Atha` Al Khurasani, tentang maksud setiap anak tergadai (terikat) dengan akikahnya".
Ia pun menjawab, "Maksudnya, syafa'at anaknya akan terhalang baginya." Implikasi dari redaksi hadits ini sangat berat.
Tapi Jumhur ulama dan mayoritas sahabat Nabi, golongan tabi'in dan ulama-ulama pada generasi seterusnya mengatakan bahwa akikah hukumnya adalah Sunnah.
Adapun jumlah dari hewan untuk akikah adalah dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan sebagaimana tersebut dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan At-Tirmidzi
"Untuk anak laki-laki disembelih dua ekor kambing dan untuk anak perempuan disembelih satu ekor kambing. Tidak jadi masalah apakah kambing itu jantan atau betina."
Tujuan, hikmah dan manfaat dari akikah adalah :
Akikah merupakan kurban untuk mendekatkan diri kepada Allah, yang ditujukan (pahalanya) untuk bayi yang baru lahir ke alam dunia.
Akikah merupakan alat untuk melepas gadaian (ikatan) pada si bayi yang baru dilahirkan. Sebab seorang anak dalam keadaan tergadai (terikat) dengan akikahnya. Menurut Imam Ahmad, maksud tergadai disini adalah tertahannya syafaat sang anak untuk kedua orangtuanya.
Akikah merupakan fidyah (tebusan) untuk menebus si anak, sebagaimana Allah Subhanahuwa Ta'ala menebus Isma'il yang akan disembelih dengan seekor kambing yang sangat besar.
Nabi mengatakan bahwa hewan yang disembelih untuk seorang bayi seyogyanya bertujuan untuk ibadah, seperti kurban dan hadyu (binatang yang disembelih oleh jamaah haji).
CUKUR
Sebagaimana hadits diatas yang diriwayatkan oleh Abu Dawud bahwa bersama akikah kita disunnahkan mencukur rambut bayi.Rambut yang telah dicukur ini ditimbang beratnya untuk kemudian dinilai dengan 'perak' (bukan emas) sesuai berat timbangan tersebut dan uangnya disedekahkan.
Hal ini banyak diriwayatkan dan ditulis dalam kitab antara lain kitab Al-Muwaththa: Dari Rabi'ah bin Abu Abdirrahman, dari Muhammad bin Ali bin Husain, ia berkata,
"Fatimah binti Rasulallah Shallallahu Alaihi wa Sallam menimbang beratnya rambut Hasan dan Husain, kemudian ia menyedekahkan perak seberat rambut mereka".
Dan riwayat-riwayat dari Malik, Yahya bin Bukair, Abdurrazzaq dan lainnya yang selafal dengan diatas.
Hukum mencukur sebagian rambut kepala
Tidak ada ketentuan apakah harus digundul atau tidak. Tetapi yang jelas pencukuran tersebut harus dilakukan dengan rata; tidak boleh hanya mencukur sebagian kepala dan sebagian yang lain dibiarkan. Tentu saja semakin banyak rambut yang dicukur dan ditimbang semakin -insya Allah- semakin besar pula sedekahnya. Al Bukhari dan Muslim meriwayatkan permasalahan ini dalam Shahih mereka, dari hadits Ubaidillah bin Umar, dari Umar bin Nafi', dari ayahnya, dari Ibnu Umar, ia berkata, "Rasulallah Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang qaza" - yaitu mencukur sebagian rambut bayi dan membiarkan sebagian yang lainnya.
Pemahaman yang sangat dangkal yang tidak berdasar ilmu sama sekali.
BalasHapusPemahaman yang sangat dangkal yang tidak berdasar ilmu sama sekali.
BalasHapusPemahaman yang sangat sangat dangkal hadirin.... Hati hati dalam menjelaskan suatu masalah....
BalasHapusKlu lh pemahaman admin dangkal coba tolong sampaikan pemahaman anda yg mendalam sprti ap?
HapusDidan Suridan... Mohon Penjelasan perihal INI secara mendalam. Terima Kasih.
BalasHapusYang Bilang ini pemahaman Dangkal maka OTAK anda lah yang Dangkal. Semua sudah dijelaskan menurut Qur'an dan Hadist. Masih aja ngeyel, dasar AHLUL BID'AH. PERUT AJA YANG DIPIKIRIN. MAKAN TERUS SAMPE MAMPUS.
BalasHapus